Edelmen melakukan pengamatan yang dilakukan di organisasi besar bahwa seringkali pengembangan software dilakukan dengan menggunakan bahasa pemrograman high-level di tahap awal kemudian organisasi tersebut kemudian merekrut tim lain untuk menulis ulang kode software-nya dengan bahasa pemrograman low level. Menurutnya, metode ini sangat tidak efektif karena harus memulai siklus baru. Itulah sebabnya dia dan teman-temannya menciptakan Julia.
Perbedaan Julia?
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, Julia adalah bahasa pemrograman high-level dengan performa yang dapat menyaingi bahasa pemrograman low level. Julia disebut-sebut sebagai bahasa pemrograman yang memiliki kecepatan seperti C dengan kemudahan seperti Python, dinamis seperti Ruby, kemampuan matematika yang hebat seperti MatLab, dan keahlian statistik seperti R. Memang janji ini terkesan sedikit utopis, akan tetapi dengan angka popularitas Julia yang naik dengan cepat agaknya sebagian besar janji ini berhasil ditepati.
Julia memang bahasa pemrograman yang dapat digunakan untuk keperluan apapun, akan tetapi para kreator dari Julia mengatakan bahwa Julia lebih menyasar ilmuwan. Dengan performanya yang tinggi, Julia diharapkan dapat membantu para ilmuwan untuk melakukan analitik big data, melakukan penelitian yang memiliki komputasi tinggi untuk penelitian ilmiah, serta simulasi desain rekayasa.
Julia merupakan bahasa pemrograman multi-paradigma yang berarti bisa digunakan untuk pemrograman object-oriented maupun pemrograman fungsional. Selain itu, bahasa pemrograman ini juga mendukung penggunaan multi-thread dan multi-core pada CPU secara built-in baik itu dalam sebuah chip ataupun dalam sebuah sistem yang memiliki banyak chip. Core yang ada dalam Julia sendiri menggunakan bahasa C dan C++ dalam LLVM-nya. Yup! Feel dari Julia seperti scripting language yang menggunakan JIT compiler. Akan tetapi, Julia dapat juga di-compile ke berbagai kode natif bahasa pemrograman low-level.
Komentar
Posting Komentar